Masa
Pemerintahan “Orde Lama & Orde Baru”
A.Orde Lama
Orde lama adalah sebutan bagi orde
pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya
Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai
tokoh sentral orde lama yaitu sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka
dan berdaulat.
Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas
nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi
Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.Pada
masa orde lama banyak sekali terjadi perubahan-perubahan system pemerintahan
dan gejolak-gejolak serta pemberontakan akibat dari system pemerintahan yang
tidak stabil tersebut.
“PELAKSANAAN
SISTEM POLITIK PADA MASA ORDE LAMA”
1. Tahun 1945 – 1950
Terjadi
penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
a) Berubah fungsi komite nasional
Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
b) Terjadinya perubahan sistem kabinet
presidensial menjadi kabinet parlementer.
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan
dari presidentil menjadi parlemen.Dimana dalam sistem pemerintahan presidentil,
presien memiki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus
sebagai badan legislatif.
2.Tahun 1950 – 1959
Sistem
Pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal. Ciri-ciri demokrasi liberal:
1) presiden dan wakil presiden tidak
dapat diganggu gugat.
2) Menteri bertanggung jawab atas
kebijakan pemerintahan.
3) Presiden berhak membubarkan DPR.
4) Perdana Menteri diangkat oleh
Presiden.
Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno
memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang
dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini
belum juga bisa membuat konstitusi baru.
Akhirnya,
Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Isi
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan
tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Pada
masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang
tidak stabil.Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
•
1950-1951 - Kabinet Natsir
•
1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
•
1952-1953 - Kabinet Wilopo
•
1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
•
1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
•
1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
•
1957-1959 - Kabinet Djuanda
3.Tahun 1959 – 1968 (Demokrasi Terpimpin)
Sejarah
Indonesia (1959-1968) adalah masa di mana sistem "Demokrasi
Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah
sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin
pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Berbagai penyimpangan dalam Demokrsi
terpimpin :
Ø Pancasila
diidentikkan dengan Nasakom
Ø Produk
hukum yang setingkat dengan undang-undang (UU) ditetapkan dalam bentuk
penetapan presiden (penpres) daripada persetujuan
Ø MPRS
mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Ø Presiden
membubarkan DPR hasil pemilu 1955
Ø Presiden
menyatakan perang dengan Malasya
Ø Presiden
menyatakan Indonesia keluar dari PBB
Ø Hak
Budget tidak jalan
Penyimpangan lain dalam
demokrasi terpimpin adalah campur tangan presiden dalam bidang Yudikatif
seperti presiden diberi wewenang untuk melakukan intervensi di bidang yudikatif
berdasarkan UUD No.19 tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan di bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun
1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal atau
sesuatu rancangan Undang-Undang.
Selain itu terjadi penyimpangan
di bidang perundang-undangan di mana berbagai tindakan pemerintah
dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Panpres) yang memakai Dekrit 5 Juli
1959 sebagai sumber hukum. Didirikan pula badan-badan ekstra
kontitusional seperti ‘front nasional’
yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai denga
taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional
sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.
Pada masa ini
terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini
mencapai klimaks dengan meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang
dilakukan oleh PKI.
“PERANAN
PKI”
Partai
Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno
dengan hangat dengan anggapan bahwa PKI mempunyai hak untuk menyelesaikan
persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara
ideologi nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Nasakom
adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis, dan merupakan konsep dasar
Pancasila pada masa pemerintahan orde lama. Konsep ini diperkenalkan oleh
Presiden Soekarno yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi
Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi
rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme Indonesia.
Ia
melihat bahwa nasionalisme dan Islam merupakan paham-paham yang kurang tajam
untuk menganalisis keadaan, karena itulah dibutuhkan faham komunisme untuk
menyokong dua ideologi tersebut untuk membangun Indonesia.
Tetapi kedekatan dengan PKI malah menjadi bumerang
tersendiri. Serta merta pihak PKI melakukan pemberontakan menuju Indonesia
komunis. Sehingga bencana nasional berupa G30S PKI 1965 terjadi dan mengakhiri
pemerintahan Sukarno yang diktator dengan model ‘terpimpin’nya. Pada 12 Maret
1966, PKI dibubarkan dan kekuasaan digantikan oleh Soeharto.
B.Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total"
atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Pada tanggal 28 September 1966
Indonesia resmi menjadi anggota PBB kembali.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi
tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan
ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan
kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Wajib Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1.
Maraknya
korupsi, kolusi, nepotisme
2.
Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
3.
Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
4.
Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5.
Pelanggaran
HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
6.
Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
7.
Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
8.
Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
9.
Tidak
ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
10.
Menurunnya
kualitas birokrasi Indonesia]
11.
Menurunnya
kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang
memperhatikan kesejahteraan anak buah.
12.
Lebih
dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar