Riau
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Riau |
— Provinsi — |
Istana Siak |
|
Slogan: Bumi Bertuah Negeri Beradat |
Peta lokasi Riau |
Negara |
Indonesia |
Hari jadi |
9 Agustus 1957 |
Dasar hukum |
Undang-Undang RI No. 19/drt Tahun 1957, tanggal 10 Agustus 1957 |
Ibu kota |
Pekanbaru |
Koordinat |
1º 15' LS - 4º 45' LU
100º 03' - 109º 19' BT |
Pemerintahan |
• Gubernur |
Djohermansyah DjohanPejabat sementara |
• Wakil Gubernur |
kosong |
• Sekretaris Daerah |
Zaini Ismail |
Luas[1] |
• Total |
8.867.267 km2 (3,423,671 mil²) |
Populasi (2010)[2] |
• Total |
5.538.367 |
• Kepadatan |
64/km2 (170/sq mi) |
Demografi |
• Suku bangsa |
Melayu (37,74%), Jawa (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), Bugis (2,27%), lain-lain (8,87%) [3] |
• Agama |
Islam (87,98%), Kristen (8,76%), Buddha (2,06%), Katolik (0,80%), Konghucu (0,07%), Hindu (0,02%), dan lain-lain (0,04%)[4] |
• Bahasa |
Indonesia, Melayu, Minangkabau |
Zona waktu |
Waktu Indonesia Barat (UTC+7) |
Kabupaten |
10 |
Kota |
2 |
Kecamatan |
163[5] |
Desa/kelurahan |
241[5] |
Situs web |
riau.go.id |
Riau adalah sebuah
provinsi di
Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau
Sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur
Pulau Sumatera, yaitu di sepanjang pesisir
Selat Melaka. Hingga tahun 2004, provinsi ini juga meliputi
Kepulauan Riau, sekelompok besar pulau-pulau kecil (pulau-pulau utamanya antara lain
Pulau Batam dan
Pulau Bintan) yang terletak di sebelah timur Sumatera dan sebelah selatan
Singapura. Kepulauan ini dimekarkan menjadi provinsi tersendiri pada Juli 2004. Ibu kota dan kota terbesar Riau adalah
Pekanbaru. Kota besar lainnya antara lain
Dumai,
Selat Panjang,
Bagansiapiapi,
Bengkalis,
Bangkinang dan
Rengat.
Riau saat ini merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dan sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama
minyak bumi,
gas alam,
karet,
kelapa sawit
dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela telah
mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi
hanya 33% pada 2005.
[6] Rata-rata 160,000 hektar hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektar pada tahun 2009.
[7] Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan
kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga seperti
Malaysia dan
Singapura.
Etimologi
Ada tiga kemungkinan asal kata
riau yang menjadi nama provinsi ini. Pertama, dari
kata Portugis,
rio berarti
sungai.
[8][9] Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri
Sungai Siak, dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, dan sekaligus mengejar pengikut
Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri setelah kejatuhan
Kesultanan Malaka.
[10]
Versi kedua menyebutkan bahwa
riau berasal dari kata
riahi yang berarti air laut. Kata ini diduga berasal dari tokoh
Sinbad al-Bahar dalam kitab
Seribu Satu Malam,
[9] dan versi ketiga menyebutkan bahwa kata ini berasal dari penuturan masyarakat setempat, diangkat dari kata
rioh atau
riuh,
yang berarti ramai, hiruk pikuk orang bekerja. Besar kemungkinan nama
ini memang berasal dari penamaan rakyat setempat, yaitu orang Melayu
yang hidup di daerah
Bintan, yang kini masuk wilayah
Kepulauan Riau. Nama itu kemungkinan telah mulai terkenal semenjak Raja Kecik memindahkan pusat kerajaan Melayu dari
Johor ke Ulu Riau pada tahun 1719.
[9]
Sejarah
Masa prasejarah
Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari
zaman Pleistosin di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di
Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009. Alat batu yang ditemukan antara lain
kapak penetak, perimbas,
serut,
serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut
dan serpih. Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang
diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu. Diduga manusia
pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau adalah
pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran,
Jawa Tengah. Penemuan bukti ini membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau yang selama ini selalu mengacu pada penemuan
Candi Muara Takus di
Kampar sebagai titik awalnya.
[11][12]
Masa pra-kolonial
Pada awal abad ke-16,
Tome Pires, seorang penjelajah
Portugal, mencatat dalam bukunya,
Summa Oriental bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatera antara suatu daerah yang disebutnya
Arcat (sekitar
Aru dan
Rokan) hingga
Jambi merupakan pelabuhan dagang yang dikuasai oleh raja-raja dari
Minangkabau.
[13] Di wilayah tersebut, para
pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung perdagangan di sepanjang
Sungai Siak,
Kampar,
Rokan, dan
Indragiri,
dan penduduk lokal mendirikan kerajaan-kerajaan semiotonom yang diberi
kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya, tetapi diwajibkan untuk
membayar upeti kepada para raja Minangkabau. Satu dari sekian banyak
kampung yang terkenal adalah
Senapelan yang kemudian berkembang menjadi
Pekanbaru, yang kini menjadi ibu kota provinsi.
Sejarah Riau pada masa pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan
otonom yang menguasai berbagai wilayah di Riau. Kerajaan yang terawal,
Kerajaan Keritang, diduga telah muncul pada abad keenam, dengan wilayah kekuasaan diperkirakan terletak di
Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah menjadi wilayah taklukan
Majapahit, namun seiring masukkan ajaran Islam, kerajaan tersebut dikuasai pula oleh
Kesultanan Melaka. Selain kerajaan ini, terdapat pula
Kerajaan Kemuning,
Kerajaan Batin Enam Suku, dan
Kerajaan Indragiri, semuanya diduga berpusat di
Indragiri Hilir.
[14]
Masa kerajaan Melayu
Kesultanan Indragiri
Kesultanan Indragiri didirikan pada tahun 1298 oleh Raja Merlang I,
yang uniknya tidak berkedudukan di Indragiri, melainkan di Melaka.
[15] Urusan pemerintahan diserahkan pada para pembesar tradisional. Baru pada masa kekuasaan
Narasinga II sekitar tahun 1473, para raja Indragiri mulai menetap di pusat pemerintahannya di Kota Tua.
[14][15] Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke
Rengat, yang kini menjadi ibu kota
Kabupaten Indragiri Hilir.
Pada masa inilah Belanda mulai campur tangan dengan urusan internal
Indragiri, termasuk dengan mengangkat seorang Sultan Muda yang
berkedudukan di
Peranap.
[14]
Dengan adanya traktat perdamaian dan persahabatan yang ditandatangani
pada tanggal 27 September 1938 antara Indragiri dengan Belanda, maka
Kesultanan Indragiri menjadi
zelfbestuur lindungan Belanda, dipimpin seorang
controleur yang memegang wewenang mutlak terhadap kekuasaan lokal.
[14]
Kesultanan Siak
Sultan Siak bersama para tetua adat di
afdeling Bengkalis pada 1888. Siak menyerahkan Bengkalis kepada Belanda pada tahun 1873.
Kesultanan Siak Sri Inderapura didirikan oleh
Raja Kecil dari
Pagaruyung pada tahun 1723.
[16] Siak segera saja menjadi sebuah kekuatan besar yang dominan di wilayah Riau: atas perintah Raja Kecil, Siak menaklukkan
Rokan pada 1726 dan membangun pangkalan armada laut di
Pulau Bintan.
[17]
Namun keagresifan Raja Kecil ini segera ditandingi oleh orang-orang
Bugis pimpinan Yang Dipertuan Muda dan Raja Sulaiman. Raja Kecil
terpaksa melepaskan pengaruhnya untuk menyatukan kepulauan-kepulauan di
lepas pantai timur Sumatera di bawah bendera Siak, meskipun antara tahun
1740 hingga 1745 ia bangkit kembali dan menaklukkan beberapa kawasan di
Semenanjung Malaya.
[18]
Di akhir abad ke-18, Siak telah menjelma menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur
Sumatera. Pada tahun 1761,
Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat perjanjian ekslusif dengan
Belanda,
dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayahnya, serta bantuan
dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan
di dalam tubuh kesultanan yang awalnya tanpa ada pertentangan di antara
mereka, Raja Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda, kemudian menjadi
penguasa Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai oleh
Belanda, muncul sebagai
Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera sampai ke
Laut Cina Selatan, membangun kekuatan di gugusan
Pulau Tujuh.
[19] Tahun 1780, Siak menaklukkan daerah
Langkat, termasuk wilayah
Deli dan
Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama mereka dengan
VOC, pada tahun 1784 Siak membantu tentara Belanda menyerang dan menundukkan
Selangor, dan sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan
Raja Haji Fisabilillah di
Pulau Penyengat.
Masa kolonial Belanda
Lukisan pesisir Riau oleh seorang pelukis Belanda, sekitar tahun 1850.
Invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatera tidak dapat
dihadang oleh Siak. Belanda mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan
mendirikan Keresidenan Riau (
Residentie Riouw) di bawah pemerintahan
Hindia-Belanda yang berkedudukan di
Tanjung Pinang.
[20]
Para sultan Siak tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka telah
terikat perjanjian dengan Belanda. Kedudukan Siak semakin melemah dengan
adanya tarik-ulur antara Belanda dan
Inggris yang kala itu menguasai
Selat Melaka,
untuk mendapatkan wilayah-wilayah strategis di pantai timur Sumatera.
Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan
menandatangani perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan
Bengkalis
kepada Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-wilayah yang sebelumnya
menjadi kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan kepada Belanda.
Pada masa yang hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh
Belanda, namun akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan
Batavia pada tahun 1938. Penguasaan Belanda atas Siak kelak menjadi awal
pecahnya
Perang Aceh.
Di pesisir, Belanda bergerak cepat menghapuskan kerajaan-kerajaan yang masih belum tunduk. Belanda menunjuk seorang residen di
Tanjung Pinang untuk mengawasi daerah-daerah pesisir, dan Belanda berhasil memakzulkan
Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada Februari 1911.
[21]
Pendudukan Jepang
Pada
masa pendudukan Jepang di Indonesia, Riau menjadi salah satu sasaran utama untuk diduduki. Bala tentara Jepang menduduki Rengat pada 31 Maret 1942.
[14] Seluruh Riau dengan cepat tunduk di bawah pemerintahan Jepang. Salah satu peninggalan masa pendudukan Jepang adalah jalur
kereta api sepanjang 300 km yang menghubungkan
Muaro Sijunjung dan Pekanbaru yang terbengkalai. Ratusan ribu rakyat Riau dipaksa bekerja oleh tentara Jepang untuk menyelesaikan proyek ini.
[22][23][24]
Era kemerdekaan
Revolusi nasional dan Orde Lama
Pada
awal kemerdekaan Indonesia, bekas wilayah Keresidenan Riau dilebur dan tergabung dalam provinsi Sumatera yang berpusat di
Bukittinggi. Kemudian provinsi ini dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni
Sumatera Utara,
Sumatera Tengah, dan
Sumatera Selatan. Dominannya etnis
Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi tersendiri.
[25] Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957,
[26] Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau,
Jambi dan
Sumatera Barat.
Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah
bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Keresidenan Riau serta
ditambah
Kampar yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukkan ke dalam wilayah
Rhio Shu.
Riau sempat menjadi salah satu daerah yang terpengaruh
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada akhir 1950-an. Pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas dibawah pimpinan
Kaharuddin Nasution, yang kelak menjadi gubernur provinsi ini, dan berhasil menumpas sisa-sisa simpatisan PRRI.
[27]
Setelah situasi keamanan berangsur pulih, pemerintah pusat mulai mempertimbangkan untuk memindahkan ibu kota provinsi dari
Tanjung Pinang ke
Pekanbaru,
yang secara geografis terletak di tengah-tengah. Pemerintah akhirnya
menetapkan Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi yang baru pada 20 Januari
1959 lewat Kepmendagri No. Desember 52/I/44-25.
[28]
Masa Orde Baru
Setelah jatuhnya Orde Lama, Riau menjadi salah satu tonggak pembangunan ekonomi Orde Baru yang kembali menggeliat.
[29] Pada tahun 1944, ahli geologi NPPM,
Richard H. Hopper dan
Toru Oki bersama timnya menemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara yaitu di
Minas, Siak. Sumur ini awalnya bernama
Minas No. 1. Minas terkenal dengan jenis minyak Sumatera Light Crude (SLC) yang baik dan memiliki kadar belerang rendah.
[30]
Pada masa awal 1950-an, sumur-sumur minyak baru ditemukan di Minas,
Duri, Bengkalis, dan Petapahan. Eksploitasi minyak bumi di Riau dimulai
di Blok Siak pada September 1963, dengan ditandatanganinya kontrak karya
dengan PT California Texas Indonesia (kini menjadi
Chevron Pacific Indonesia).
[31] Provinsi ini sempat diandalkan sebagai penyumbang 70 persen dari produksi minyak nasional pada tahun 1970-an.
[32]
Riau juga menjadi tujuan utama program
transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintahan
Soeharto. Banyak keluarga dari
Pulau Jawa yang pindah ke perkebunan-perkebunan
kelapa sawit yang baru dibuka di Riau, sehingga membentuk suatu komunitas tersendiri yang kini berjumlah cukup signifikan.
[33]
Era reformasi
Pada tahun 1999,
Saleh Djasit terpilih menjadi putra daerah asli Riau kedua (selain
Arifin Achmad) dan pertama dipilih oleh DPRD Provinsi sebagai gubernur. Pada tahun 2003, mantan Bupati Indragiri Hilir,
Rusli Zainal, terpilih menjadi gubernur, dan terpilih kembali lewat pemilihan langsung oleh rakyat pada tahun 2008.
Setelah kejatuhan Orde Baru, Riau menjadi salah satu sasaran provinsi
yang akan dimekarkan. Pada tahun 2002, pemerintah menetapkan pemekaran
Kepulauan Riau yang beribukota di
Tanjung Pinang, dari provinsi Riau.
[34]
Kondisi dan sumber daya alam
Geografi
Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng
Bukit Barisan
hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata
curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta
rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
Sumber daya alam
Provinsi ini memiliki sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung
di perut bumi, berupa minyak bumi dan gas, serta emas, maupun hasil
hutan dan perkebunannya. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah,
secara bertahap mulai diterapkan sistem bagi hasil atau perimbangan
keuangan antara pusat dengan daerah. Aturan baru ini memberi batasan
tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya, dan
bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
Kependudukan
Jumlah penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Provinsi Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah
Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah
Kabupaten Kepulauan Meranti yakni sebesar 176.371 jiwa.
Suku Bangsa
Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari
Jawa (25,05%),
Minangkabau (11,26%),
Batak (7,31%),
Banjar (3,78%),
Tionghoa (3,72%), dan
Bugis (2,27%).
Suku Melayu
merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh
penduduk Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan
Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak,
Inderagiri Hulu dan Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat
asli bersuku rumpun Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan
Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Juga
masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu
daripada sebagai Minangkabau ataupun Batak.
[35]
Abad ke-19, masyarakat
Banjar dari
Kalimantan Selatan dan
Bugis dari
Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka banyak bermukim di
Kabupaten Indragiri Hilir khususnya
Tembilahan.
[36] Di bukanya perusahaan pertambangan minyak
Caltex pada tahun 1940-an di
Rumbai, Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib di Riau.
Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan
transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi
pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti
Pekanbaru,
Bangkinang,
Duri, dan
Dumai.
Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau
yaitu menjadi pedagang dan bermukim khususnya di Pekanbaru, serta banyak
juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di
Bagansiapiapi,
Selatpanjang,
Pulau Rupat dan
Bengkalis.
Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di pedalaman dan pinggir sungai, seperti
Orang Sakai,
Suku Akit,
Suku Talang Mamak, dan
Suku Laut.
Bahasa
Bahasa pengantar masyarakat provinsi Riau pada umumnya menggunakan
Bahasa Melayu dan
Bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu umumnya digunakan di daerah-daerah pesisir seperti Rokan
Hilir, Bengkalis, Dumai, Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri
Hilir dan di sekitar pulau-pulau.
Bahasa Minang
secara luas juga digunakan oleh penduduk di provinsi ini, terutama oleh
para oleh penduduk asli di daerah Kampar, Kuantan Singingi, dan Rokan
Hulu yang berbudaya serumpun Minang serta para pendatang asal Sumatera
Barat. Selain itu
Bahasa Hokkien juga masih banyak digunakan di kalangan masyarakat Keturunan Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti
Selatpanjang,
Bengkalis, dan
Bagansiapiapi[rujukan?].
Dalam skala yang cukup besar juga didapati penutur Bahasa Jawa yang
digunakan oleh keturunan para pendatang asal Jawa yang telah bermukim di
Riau sejak masa penjajahan dahulu, serta oleh para transmigran dari
Pulau Jawa pada masa setelah kemerdekaan. Di samping itu juga banyak
penutur Bahasa Batak di kalangan pendatang dari Provinsi Sumatera Utara.
[rujukan?]
Agama
Dilihat dari komposisi penduduk provinsi Riau yang penuh kemajemukan
dengan latar belakang sosial budaya, bahasa, dan agama yang berbeda,
pada dasarnya merupakan aset bagi daerah Riau sendiri. Agama-agama yang
dianut penduduk provinsi ini sangat beragam, diantaranya
Islam,
Kristen Protestan,
Kristen Katolik,
Hindu,
Buddha, dan
Konghucu.
Berbagai sarana dan prasarana peribadatan bagi masyarakat Riau sudah
terdapat di provinsi ini, seperti Mesjid Agung An-nur (Mesjid Raya di
Pekanbaru), Masjid Agung Pasir Pengaraian, dan Masjid Raya Rengat bagi
umat muslim. Bagi umat Katolik/Protestan diantaranya terdapat Gereja
Santa Maria A Fatima, Gereja HKBP di Pekanbaru, GBI Dumai, Gereja Kalam
Kudus di Selatpanjang, Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus di
Bagansiapiapi, Gereja Methodist (Jemaat Wesley) di Bagansiapiapi.
[rujukan?]
Bagi umat Buddha/Tridarma ada Vihara Dharma Loka dan Vihara Cetia Tri
Ratna di Pekanbaru, Vihara Sejahtera Sakti di Selatpanjang, Kelenteng
Ing Hok Kiong, Vihara Buddha Sasana, Vihara
Buddha Sakyamuni di Bagansiapiapi. Bagi Umat Hindu adalah Pura Agung Jagatnatha di Pekanbaru.
[rujukan?]
Pemerintahan
Kantor gubernur Riau di Pekanbaru
Berdasarkan surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958
nomor 258/M/1958 diangkat Mr. S.M. Amin, sebagai Gubernur pertama
provinsi Riau yang dilantik pada tanggal 5 Maret 1958 di
Tanjung Pinang.
Pendidikan
Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya
Universitas Riau,
Universitas Islam Riau,
Universitas Muhammadiyah Riau,
Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim, Universitas Lancang
Kuning, Universitas Abdurrab, Universitas Pasir Pengaraian, serta
Politeknik Caltex Riau.
Kesehatan
Perekonomian
Pertanian & perkebunan
Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan
karet dan perkebunan
kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh
negara ataupun oleh
rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan
jeruk dan
kelapa.
Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini provinsi Riau telah
memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah terdapat
sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan
produksi
coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.
Hutan & ikan
Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mencakup semua upaya
memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber
daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan
penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun sebagai
sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya
sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung, dan
estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.
Hilangnya ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan
kritis yang diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang mengabaikan aspek
kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu
hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal
dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja provinsi
Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, adalah masalah
ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan serta masalah pengerukan pasir secara liar.
Industri
Pada provinsi ini terdapat beberapa perusahaan berskala internasional
yang bergerak di bidang minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil
hutan dan sawit. Selain itu terdapat juga industri pengolahan
kopra dan
karet.
Beberapa perusahaan besar tersebut diantaranya
Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan
Chevron Corporation, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper di
Pangkalan Kerinci
Pertambangan
Hasil pertambangan provinsi Riau adalah
Minyak bumi,
Gas, dan
Batu Bara.
Transportasi
Provinsi Riau merupakan satu-satunya provinsi yang mempunyai
BUMD
di bidang transportasi udara yakni PT. Riau Air, yang bertujuan untuk
melayani daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui jalan darat maupun
laut. Riau Air mengoperasikan
Fokker-50 buatan
Belanda sebanyak lima armada, dan tahun 2008 perusahaan ini menambah dua armada lagi dengan jenis Avro-RJ 100.
Keuangan & Perbankan
Untuk bidang perbankkan di provinsi sangat berkembang pesat, ini
ditandai banyaknya bank swasta dan BPR, selain bank milik pemerintah
daerah seperti
Bank Riau Kepri.
Pariwisata, Seni, Religi dan Budaya
Wisata Alam
Provinsi Riau sebenarnya memiliki bermacam-macam kawasan pariwisata alam diantaranya yaitu :
Pulau Jemur
Terletak lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten
Rokan Hilir,
Bagansiapiapi, dan 45 mil dari negara tetangga yakni
Malaysia, sedangkan provinsi
Sumatera Utara
merupakan provinsi yang terdekat dari Pulau Jemur. Pulau Jemur
sebenarnya merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah
pulau antara lain, pulau Tekong Emas, pulau Tekong Simbang, pulau
Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau yang terdapat
di pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya
merupakan laut yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang
laut di Selat Malaka sangat besar, dan biasanya nelayan-nelayan setempat
berlindung di bagian tengah pulau Jemur, karena air laut pada kawasan
tersebut tenang. Setelah gelombang laut mengecil atau badai berkurang
barulah para nelayan keluar untuk memulai aktivitas menangkap ikan
kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama alam yang indah,
selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya, serta pulau
ini dimanfaatkan oleh penyu untuk menyimpan telurnya di bawah lapisan
pasir-pasir pantai. Selain itu pada pulau Jemur juga terdapat beberapa
potensi wisata lain diantaranya adalah Goa Jepang, Mercusuar, sisa-sisa
pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, taman laut dan pantai berpasir
kuning emas.
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) memiliki luas 144.223 Ha, dengan ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah (
lowland tropical rain forest),
kawasan ini merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan
dengan ekosistem yang unik dan berbeda dibandingkan dengan kawasan taman
nasional lainnya yang ada di Indonesia. Bukit Tiga Puluh merupakan
hamparan perbukitan yang terpisah dari rangkaian pegunungan
Bukit Barisan dan berbatasan dengan provinsi Jambi, daerah ini merupakan daerah tangkapan air (
catchment area)
sehingga membentuk sungai-sungai kecil dan merupakan hulu dari
sungai-sungai besar di daerah sekitarnya. Beberapa jenis fauna yang
dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh antara lain : Harimau
Sumatera, Beruang Madu, Tapir, Siamang, Kancil, Babi Hutan, Burung
Rangkong, Kuaw, dan berbagai jenis satwa lainnya. Sedangkan jenis flora
langka yang diduga endemik di kawasan tersebut adalah Cendawan Muka
Rimau (
Rafflesia haseltii). Selain merupakan habitat dari
berbagai jenis flora dan fauna langka yang dilindungi, kawasan TNBT juga
merupakan tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas masyarakat suku
asli seperti Talang Mamak, Anak Rimba, dan Melayu Tua.
Pantai Rupat Utara Tanjung Medang
Berlokasi di Kecamatan Rupat Utara,
Pulau Rupat.
Kawasan Pantai Pasir Panjang terdiri atas Tanjung Medang, Teluk Rhu dan
Tanjung Punak di Kecamatan Rupat dan berhadapan langsung dengan
Kota Dumai, dengan mudah dapat dicapai karena dari
Dumai
tersedia transportasi laut untuk penumpang umum. Pasir di pantai ini
berwarna putih dan bersih yang memungkinkan pengunjung untuk mandi,
berjemur, berolahraga air, rekreasi keluarga dan bersantai menikmati
kejernihan air lautnya dengan ombak yang sedang.
Pantai Ketapang & Pantai Makruh Rupat Tengah
Berlokasi di Kecamatan Rupat Selatan, Kawasan Pantai berhadapan
langsung dengan Selat Malaka,terdiri atas Pantai Ketapang, Pantai Lohong
dan Pantai Makruh, tepatnya di Desa Sungai Cingam dan Desa Makruh.
Panjang Garis Pantai +/- 4 KM dari Selat Morong sampai ke Pantai Makruh.
Sarana transportasi Darat dan laut dari Kota Dumai dapat ditempuh 1
Jam.
Air Terjun Aek Martua
Terletak di kecamatan Bangun Purba,
Kabupaten Rokan Hulu
merupakan air terjun bertingkat-tingkat, sehingga sering pula disebut
air terjun tangga seribu, dapat ditempuh melalui jalan darat, kira-kira
dua per tiga dari bawah terdapat kuburan pertapa Cipogas dengan air
terjun yang bertingkat-tingkat dan sungguh mengagumkan untuk dinikmati.
Objek Wisata Bono
Terletak di Desa Teluk Meranti, sepanjang Sungai Kampar dan Sungai
Rokan. Bono adalah fenomena alam yang datang sebelum pasang. Air laut
mengalir masuk dan bertemu dengan air sungai Kampar sehingga terjadi
gelombang dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan menghasilkan suara
seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim pasang tinggi,
gelombang sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari tepi ke
tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap
hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata
ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan
lainnya.
Wisata Bahari di Kabupaten Siak
Wisata Bahari di Kabupaten Siak yaitu Danau Pulau Besar yang terletak
di Desa Zamrud, Kecamatan Siak Sri Indrapura. Danau ini memiliki luas
sekitar 28.000 Ha, dan Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau
Pulau Besar terletak dekat lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak.
Memiliki panorama indah yang mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau
masih ditemukan hutan yang masih asli. Kondisi danau maupun hutan di
sekitar danau berstatus Suaka Marga Satwa yang luasnya mencapai 2.500
hektar, dimana masih terdapat berbagai aneka jenis satwa dan tumbuhan
langka. Sumber daya hayati yang terdapat di danau ini seperti pinang
merah, ikan arwana dan ikan Balido yang termasuk dilindungi.
Keanekaragaman jenis satwa liar di Suaka Marga Satwa danau Pulau Besar
dan danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri sebagai objek wisata tirta
di Riau Daratan.
Wisata Religi, Budaya dan Sejarah
Provinsi Riau memiliki berbagai wisata religi, budaya maupun sejarah.
Beberapa wisata religi, budaya, dan sejarah yang terkenal dari daerah
Riau di antaranya :
Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir
Upacara Bakar Tongkang yang merupakan upacara tradisional masyarakat Tionghoa berlokasi di
Bagansiapiapi adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari
Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dan telah menjadi wisata nasional bahkan terkenal hingga internasional.
Perayaan Imlek di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti
Acara Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota
Selatpanjang. Hampir setiap tahun perayaan Imlek di kota ini dirayakan
sangat meriah bahkan juga termasuk Perayaan Imlek yang paling meriah di
kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah satu
aset wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau. Puluhan
ribu orang baik dari dalam maupun luar Selatpanjang, bahkan wisatawan
dari luar negeri seperti
Singapura,
Malaysia,
Hongkong,
China,
Taiwan,
akan membanjiri Kota Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan
perayaan Imlek. Puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang
berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya
disebut Cue Lak
Bahasa Hokkien,tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari H-7 yaitu seminggu sebelum jatuhnya perayaan Imlek.
Penyambutan tahun baru imlek di Selatpanjang di pusatkan di Vihara
Sejahtera Sakti. Pada puncak perayaan Imlek, bertepatan dengan
dilangsungkannya upacara ulang tahun dewa 清水祖師 Qing Shui Zu Shi
[37]. Pada momen ini, warga
Tionghoa
menyakini bahwa sang dewa sedang turun ke bumi dengan maksud untuk
mengusir unsur-unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran serta
ketentraman bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan
khusus dengan menggotong tandu patung dewa dan diarak berkeliling kota
melewati beberapa kelenteng lain disertai atraksi tarian
liong (naga), dan
barongsai (singa) yang diiringi seni budaya Jawa,
Reog Ponorogo.
Perayaan Cue Lak tersebut juga dihadiri oleh para tetua atau orang yang
terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangkie,
yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi
atau perantara roh dewa. Budaya ini memiliki kesamaan dengan masyarakat
Singkawang (
Kalimantan Barat) yang biasa dikenal dengan Tatung.
Kelenteng Hoo Ann Kiong/Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang
Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong Bio (
Bahasa Hokkien)
adalah kelenteng tertua yang ada di Selatpanjang, dan juga merupakan
Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan pada masa
kolonial Belanda dan sampai hari ini belum diketahui dengan pasti kapan
berdirinya. Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari 150
tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur bangunannya. Kelenteng ini
sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun masyarakat luar
negeri terutama bagi wisatawan
Singapura dan
Malaysia sebagai tempat ibadah umat
Buddha, maupun
Konghucu.
Mesjid Raya Pekanbaru
Mesjid Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid
Raya Pekanbaru terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur
tradisional yang amat menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota
Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada abad 18 dan sebagai bukti Kerajaan
Siak pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan Abdul
Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah
sebagai sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di
areal Mesjid terdapat sumur mempunyai nilai magis untuk membayar zakat
atau nazar yang dihajatkan sebelumnya. Masih dalam areal kompleks mesjid
kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan
sebagai pendiri kota Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil
Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) memerintah tahun 1766 – 1780,
sedangkan Marhum Bukit sekitar tahun 1775 memindahkan ibukota kerajaan
dari Mempura Siak ke Senapelan dan beliau mangkat tahun 1780.
Istana Siak Sri Indrapura
Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di
Riau. Mencapai masa kejayaannya pada abad ke-16 sampai abad ke-20. Dalam
silsilah, sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725
dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini sebagai bukti sejarah atas
kebesaran kerajaan Melayu Islam tersebut, dapat kita lihat peninggalan
kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan
Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan
nama Assirayatul Hasyimah, lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang
Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan
benda-benda koleksi kerajaan antara lain : kursi singgasana kerajaan
yang berbalut emas, duplikat mahkota Kerajaan, brankas Kerajaan, payung
Kerajaan, tombak Kerajaan, komet sebagai barang langka dan menurut
cerita hanya ada dua di dunia, serta barang-barang lain-lainnya. Di
samping istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.
Candi Muara Takus
Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang
Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar,
Kabupaten Kampar.
Jaraknya kurang lebih 135 km dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks
candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tak jauh
dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok
berukuran 74 x 74 meter. Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah
berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke
pinggir Sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula
bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, serta Palangka. Bahan
bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata.
Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa
Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi.
Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai
tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat
candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini
walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan
candi ini dilakukan secara bergotong royong oleh orang ramai. Selain
Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di dalam kompleks
candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat
pembakaran tulang manusia. Di luar kompleks ini terdapat pula
bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat
dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus, satu-satunya
peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat
Budhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Budha berkembang di
kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar
purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.
Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat,
abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya.
Benteng Tujuh Lapis
Benteng Tujuh Lapis terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai,
Kabupaten Rokan Hulu. Benteng tanah ini dibuat oleh masyarakat Dalu-dalu pada masa
Perang Paderi atas petuah
Tuanku Tambusai.
Bekas benteng tersebut ditinggalkan Tuanku Tambusai pada tanggal 28
Desember 1839. Disekitar daerah Dalu-dalu ini juga terdapat beberapa
benteng yang disebut Kubu.
Tokoh
- Basrizal Koto, pemilik Basko Grup
- Cherly, personel Cherry Belle
- Darwin Zahedy Saleh, politisi
- Herman Abdullah, wali kota Pekanbaru ke-13
- Ippho Santosa, pengusaha
- Jeremy Thomas, aktor dan model
- Jimmy Napitupulu, wasit sepakbola
- Kaharuddin Nasution, gubernur Riau ke 2
- Mario Lawalata, pemain sinetron, model dan presenter
- Muhammad Lukman Edy, politisi
- Nadia Vega, aktris
- Momo, vokalis band Geisha
- Rusli Zainal, gubernur Riau
- Sandiaga Salahudin Uno, pengusaha
- Jarwo Kwat, komedian
- Sutardji Calzoum Bachri, penyair
- Sultan Syarif Kasim II, sultan Siak Sri Indrapura
- Tuanku Tambusai, pahlawan nasional