Panglima Tentara Nasional Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Panglima Tentara Nasional Indonesia atau biasa disebut
Panglima TNI adalah pejabat yang menjadi pucuk pimpinan dari
Tentara Nasional Indonesia. Sebagai pucuk pimpinan,
panglima adalah seseorang yang mempunyai wewenang komando operasional militer untuk menggerakkan pasukan atau alat negara.
[1]
Jabatan Panglima TNI pertama kali dijabat oleh
Jenderal Soedirman, yang saat itu bernama Panglima Besar
Tentara Keamanan Rakyat atau Panglima TKR. Sebagai panglima pertama, Jenderal Soedirman tidak dipilih oleh
Presiden Soekarno, tetapi dipilih oleh para anggota TKR sendiri melalui sebuah rapat yang disebut Konferensi TKR pada tanggal 12 November 1945.
Setelah Jenderal Soedirman wafat, tidak dipilih panglima baru. Sebagai gantinya dipilih
Kolonel TB Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi para kepala staf angkatan. Pada tahun 1954 jabatan KASAP dihapus
[2]
dan sebagai gantinya dibentuk jabatan Gabungan Kepala-Kepala Staf, yang
ketuanya dijabat secara bergiliran dari setiap angkatan.
[3]
Pada tahun
1962 jabatan Gabungan Kepala-Kepala Staf dihapus dan dibentuk jabatan Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
[4] Jabatan ini berlangsung hingga bulan Maret 1966 pada masa
Kabinet Dwikora II.
Panglima TNI saat ini dijabat oleh
Jenderal Gatot Nurmantyo, yang berasal dari
TNI Angkatan Darat, yang resmi dilantik oleh
Presiden Joko Widodo pada tanggal
8 Juli 2015.
[5]
Sejarah
Era perang kemerdekaan (1945-1949)
Pada tanggal
5 Oktober 1945 pemerintah
Republik Indonesia membentuk tentara kebangsaan yang bernama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kemudian pada tanggal
6 Oktober 1945,
Presiden Soekarno mengangkat
Suprijadi
sebagai Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi karena Suprijadi tidak
pernah muncul dan tidak pernah dilantik sebagai Pemimpin Tertinggi TKR,
maka pada tanggal
12 November 1945 diadakan Konferensi TKR untuk memilih Pemimpin Tertinggi TKR.
Pada konferensi itu akhirnya terpilih
Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat
Jenderal. Kemudian Presiden Soekarno melantik Jenderal Soedirman menjadi Panglima Besar TKR pada tanggal
18 November 1945. Tanggal
8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diganti namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.
Pada tanggal
26 Januari 1946,
pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat yang isinya mengenai
pergantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik
Indonesia (TRI). Tanggal
25 Mei 1946,
Panglima Besar Jenderal Soedirman dilantik oleh Presiden Soekarno
sebagai Pimpinan Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan, Tentara
Republik Indonesia.
Tanggal
3 Juni 1947,
Presiden Soekarno, meresmikan berdirinya Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang merupakan penggabungan antara TRI dan laskar-laskar
perjuangan rakyat di seluruh Indonesia. Presiden lalu menetapkan Pucuk
Pimpinan TNI yang bersifat kolektif yang anggotanya adalah para pimpinan
TRI dan pimpinan laskar-laskar perjuangan rakyat, dengan ketuanya
adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Penataan organisasi
Pada tahun 1948 Pemerintah Indonesia menata ulang organisasi
Tentara Nasional Indonesia.
Pada tanggal 2 Januari 1948 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan
Presiden No.1 Tahun 1948, yang memecah Pucuk Pimpinan TNI menjadi Staf
Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran.
Staf Umum dimasukkan ke dalam
Kementerian Pertahanan
di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu
Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan
Perang Mobil (bergerak). Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan
Perang dihapus.
Presiden mengangkat
Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dan
Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Jenderal Soedirman.
Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan taktik dan
siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf
Markas Besar Angkatan Perang Mobil, adalah pelaksana taktis
operasional.
[6]
Keputusan Presiden ini menimbulkan reaksi di kalangan Angkatan
Perang. Maka pada tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan
Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang lama
dan mengeluarkan penetapan baru. Dalam penetapan yang baru ini, Staf
Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma, sementara itu Markas
Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman,
ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution. Angkatan
Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang
membawahi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut
(KASAL) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).
Menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia
Pada tanggal
5 Maret 1948,
diberlakukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1948, Tentang Susunan
Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang. Dalam Undang-Undang tersebut
diatur bahwa Menteri Pertahanan berkewajiban untuk menyelenggarakan
pertahanan negara dalam arti yang seluas-luasnya dengan menyelenggarakan
Angkatan Perang Republik Indonesia {APRI) yang terbentuk dari
Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.
Menteri Pertahanan dalam menjalankan kewajibannya dibantu oleh Kepala Staf Angkatan Perang
[7] yang dibantu oleh 3 orang anggota staf yaitu
Kepala Staf Angkatan Darat,
Kepala Staf Angkatan Laut dan
Kepala Staf Angkatan Udara.
[8]
Era Republik Indonesia Serikat
Setelah selesai
perang kemerdekaan, jabatan Panglima Besar dihapus. Pada tahun 1949, sebagai hasil dari
Konferensi Meja Bundar dengan dibentuknya negara
Republik Indonesia Serikat,
maka dibentuk pula Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)
yang merupakan gabungan antara anggota Angkatan Perang Republik
Indonesia dengan
KNIL. Presiden RIS mengangkat Soedirman sebagai Kepala Staf APRIS dengan pangkat Letnan Jenderal.
[9]
Negara Republik Indonesia Serikat tidak berumur panjang, dan Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat kembali menjadi Angkatan Perang
Republik Indonesia.
Era Demokrasi parlementer
Pada tanggal
10 Juli 1951, Presiden Soekarno mengangkat Kolonel TB Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia.
[10]
Pada tahun 1955, dibuat suatu organisasi Gabungan Kepala-Kepala Staf yang merupakan bagian dari Kementerian Pertahanan
[11] dan berada di bawah langsung Menteri Pertahanan.
[12]
Gabungan Kepala-Kepala Staf ini diketuai oleh seorang Ketua, yang
dijabat bergiliran mulai dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara. Gabungan Kepala-kepala Staf ini mempunyai fungsi sebagai
penasihat dan perencana utama bagi Menteri Pertahanan untuk penetapan
kebijaksanaan penyelenggaraan koordinasi dalam lapangan
strategis-militer serta operasi antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.
[13]
Era Demokrasi terpimpin
Menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Mulai tahun 1962, penggunaan istilah Angkatan Perang Republik
Indonesia (APRI) diganti menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang merupakan penyatuan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.
[14] Mulai tahun 1965, Hari Angkatan Perang yang biasanya diperingati setiap tanggal
5 Oktober, juga diganti namanya menjadi Hari Angkatan Bersenjata.
[15]
Pada masa ini setiap angkatan berdiri sendiri dan mempunyai panglima
sendiri, dan tidak ada sebutan sebagai Panglima ABRI. Seluruh panglima
angkatan dan kepolisian berada dibawah komando langsung Presiden
Soekarno sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata.
Pada tanggal 21 Juni 1962, Presiden Soekarno mengangkat
Jenderal Abdul Haris Nasution menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
[16]
Era orde baru
Pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto, kembali ditegaskan nama
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai sebutan resmi Angkatan Perang Republik Indonesia, yang bersama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
[17]
Pada era ini mulai dipilih Panglima ABRI, sebagai pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Era reformasi
Sejak mundurnya
Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, dimulailah era baru pimpinan ABRI. Sejak dipisahkannya
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Tentara Nasional Indonesia dari
ABRI per
1 April 1999, istilah Panglima ABRI diganti menjadi Panglima TNI.
Presiden
Megawati Soekarnoputri menjelang akhir jabatan, tepatnya pada
8 Oktober 2004, dalam suratnya kepada DPR mengajukan Jenderal
Ryamizard Ryacudu sebagai calon Panglima TNI menggantikan posisi Jenderal
Endriartono Sutarto yang surat pengunduran dirinya telah disetujui. Namun Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
yang menggantikan Megawati bulan berikutnya, hanya sepekan setelah
dilantik, mengirim surat ke DPR yang intinya mencabut surat pengajuan
Presiden sebelumnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak lama kemudian
juga memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto.
Daftar pejabat
Panglima Tentara Nasional Indonesia
Daftar di bawah ini adalah daftar para Panglima Tentara Nasional
Indonesia, sebagai pimpinan angkatan perang yang secara organisasi dan
hirarki militer memiliki wewenang komando membawahi angkatan darat,
angkatan laut dan angkatan udara.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
Presiden Indonesia memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang. Pada masa
Presiden Soekarno, selain sebutan jabatan
Presiden Republik Indonesia, disebutkan pula jabatan Panglima Tertinggi Angkatan Perang/
Panglima Besar Revolusi/
Mandataris MPRS/
Ketua DPA/
Pemimpin Tertinggi Front Nasional.
Kepala Staf Angkatan Perang/Bersenjata
Daftar di bawah ini adalah para pejabat dengan jabatan sebagai Kepala
Staf Angkatan Perang dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata yang pernah
ada. Sebelum terpilihnya Pemimpin Tertinggi TKR, jabatan Kepala Staf
Umum TKR adalah jabatan tertinggi yang pernah ada. Jabatan ini secara
struktur organisasi berada diatas jabatan para kepala staf angkatan
[8] yang berfungsi sebagai koordinasi dan tidak memiliki wewenang komando terhadap setiap angkatan.
Jabatan kepala staf angkatan perang pertama diadakan pada tahun
1948 dengan
Komodor Suryadarma
sebagai Kepala Staf Angkatan Perang yang pertama. Jabatan ini awalnya
adalah badan staf yang membantu Panglima Besar, menggantikan peran staf
MBT (Markas Besar TNI) yang dipimpin oleh
Letnan Jenderal Urip Sumohardjo.
[18]
Setelah Panglima Besar
Jenderal Soedirman wafat, tidak dipilih panglima baru. Sebagai gantinya ditunjuk
Kolonel TB Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP), yang sejak bulan
Januari 1950 sudah menjadi Pejabat Pelaksana (
bahasa Belanda:
fungerend) Kepala Staf Angkatan Perang. Pada awal tahun
1952 pangkatnya dinaikan satu tingkat menjadi
Djenderal Major.
[19]